Selasa, 10 Oktober 2017

Bolu Kukus Naizar

Suatu pagi saat mengantar Zaid dan Naizar pergi sekolah.  Kami berempat boncengan dalam satu sepeda motor,  Zaid,  Abinya anak-anak,  Naizar,  dan saya paling belakang.  Seperti biasa kami mampir ke toko jajanan pasar.

Zaid dan Naizar memilih kue kesukaan mereka,  masing-masing 3 jenis kue. Tak lupa bolu kukus yang jadi favorit mereka. Zaid memilih bolu kukus strawberry dan Naizar bolu kukus coklat.  Agar transaksi di toko kue tersebut berlangsung cepat, saya menyatukan bekal mereka dalam 1 plastik,  biarlah nanti saya memilahnya sendiri.

Di perjalanan menuju sekolah,  hati-hati saya keluarkan plastik bungkusan kue lalu mulai memilah kue sesuai pemiliknya ke dalam kotak makan masing-masing. Tiba-tiba.. sslllrrtt.. Sepotong kue yang entah punya siapa terlepas dari plastik..  jatuh. Aaah.... Setelah saya selesai memilah akhirnya saya tahu bahwa yang terjatuh tadi adalah bolu kukus coklatnya Naizar.

"De,  Ibu minta maaf,  bolu kukusnya jatuh,  nanti pulang sekolah kalau toko kuenya masih buka kita beli lagi bolu kukusnya ya?" ujar saya saat kami tiba di sekolah dan saya menyerahkan kotak makan kepada Zaid dan Naizar. Naizar mengangguk lesu,  ada gurat kecewa diwajahnya,  tapi seketika kembali ceria ketika mendengar janji saya untuk membeli kue lagi.

Setelah berpamitan,  kami melanjutkan perjalanan. Kali ini giliran suami saya mengantar saya ke kantor.

"Bi,  kasian ya,  Naizar,  bolunya jatuh, gara-gara Ibu... " ujar saya ditengah perjalanan.

"Gak apa-apa,  kan nanti pulangnya mau beli lagi. " Suami saya menabahkan.

Ah,  pria memang selalu terlihat lebih santai. Sedangkan saya,  kepikiran teruuusss.. Merasa berdosa,  teringat Naizar yang mungkin akan kekurangan bekal karena saya menjatuhkan bolu kukus kesukaannya. Mungkin Naizar hanya bisa memandang Zaid menikmati bolu kukus kesukaan mereka,  sementara bolu kukus Naizar malah saya jatuhkan walaupun secara tidak sengaja.

Mungkin saya terlalu terbawa perasaan,  hingga saat jam istirahat kantor pun saya masih membahas tentang bolu kukus bersama suami via pesan singkat.

"Inget bolu kukus Naizar.. " ketik saya.

"Bu,  ternyata tadi bolunya gak jatuh ke jalan,  jatuhnya nyelip di antara knalpot dan step motor.  Tadi pas turun dari motor baru keliatan. " balas suami saya.

"Wah?" saya kaget

"Iya,  sama Abi dimakan aja bolunya.. Hehe.. " Hah?  Saya makin kaget.

"Gimana rasanya?" tanya saya penasaran. Terbayang bolu kukus yang sudah dibawa perjalanan jauh,  nyelip diantara knalpot motor yang panas dan udara jalanan yang kotor.  Entah sudah seperti apa bentuknya.

"Emh,  ya gitu deh,  agak-agak krispi gitu.. Maklum kepanasan sepanjang jalan.. " HOWEEEEKK... Jijay!!!  Mohon untuk tidak ditiru.

Bolu kukus Naizar.. Eh,  bolu kukus krispi Naizar.

Foto : http://kokimasak.com/resep-membuat-bolu-kukus/

***


Kamis, 28 September 2017

Nikmat

Di rumah kami, jika ingin makan dengan nikmat, maka saya dan suami harus makan secara bergantian. Biasanya saya makan terlebih dahulu, suami yang berjaga mengajak main anak-anak agar tak mengganggu saya makan. Setelah selesai, gantian suami yang makan dan saya yang berjaga, hehe.

Tapi jika ingin makan dengan lebiiiih nikmat, maka kami bisa langsung makan bersama, saya, suami, Zaid Si Sulung, Naizar Si Tengah dan Bilal Si Bayi. Apa yang membuat lebih nikmat? Entahlah.. mungkin karena pada saat suapan pertama Naizar tak sengaja menumpahkan air minumnya sehingga saya harus mengepel lantai ditengah acara makan, Zaid yang bolak balik minta tambah nasi, atau Bilal yang tengah asik meremas-remas nasi di atas piring tiba-tiba saja BAB. Aduhai....

Acara makan yang menguras emosi itu akan diakhiri dengan suami yang rela membereskan sisa makanan yang berceceran dan saya yang bertugas mencuci piring. Alhamdulillah...

Nama Panjang

Suster (+) , Saya (-)

(+) Boleh disebutkan nama lengkapnya, Bu?
(-) Triani
(+) Nama panjangnya?
(-) Triani aja, ga ada panjangnya
(+) Ini, 'Triani Mulyadin'? (nunjuk kertas pendaftaran, saya membaca nama di kertas pendaftaran)
(-) Oh, Mulyadin mah nama suami saya
(+) Oh iya, Bu, ga apa-apa, ketentuan baru namanya harus 2 kata, jadi ini ditambahkan nama penangggung jawab pasien dibelakang nama ibu
(-) Oh, gitu? (saya merenung sejenak) eh.. tp bisa dirubah ga namanya? Nama saya aja diulang jadi 2 kali, jadi 'Triani Triani'
(+) Bisa dirubah, Bu, tp ga bisa diulang jadi 'Triani Triani'
(-) Oh ya udah itu aja dulu ga apa-apa, 'Triani Mulyadin'

Itu adalah salah satu peristiwa 'mengenaskan' efek dari punya nama yg singkat. Triani. Saja. Mungkin satu-satunya keuntungan punya nama singkat adalah ketika ngisi bulatan2 di Lembar Jawaban Komputer ketika ujian sekolah dulu, cepet ngisinya, ga kayak org2 yg punya nama panjang. Daaaan alhamdulillah punya suami yg namanya satu kata jg... 😂

Btw, kira2 nama panjang yg cocok utk saya apa ya? Mmm.. Triani Chelaluchayankkamoe... *plakkk

Rabu, 27 September 2017

Banyak Anak

Saya hamil. Hahaha, berikut beberapa reaksi unik yang pernah saya terima ketika saya mengatakan dua kata di awal tulisan ini :

1. Waah, Tri, hamil lagi, selamat ya.. meuni rajin -> Ini reaksi yang paling bingung harus saya tanggapi dengan sikap bagaimana, soalnya reaksinya antara ikut bahagia plus ngeledek 😁

2. Astagfirullah, Triiii... Hamil lagi??  -> Ungkapan yang aneh, seolah saya hamil tanpa suami, nyebelin!! 😑

3. Euleuh-euleuh Tri, budak leutik boga budak 😂 -> Ini nih, bingung juga, antara pengen nabok sama pengen ngejitak 😅😅

Kenapa saya banyak menerima ungkapan unik? Karena mungkin saya keseringan bilang 'hamil' gkgkgkgkgk. Kadang kalau dapat ungkapan itu pas lagi sensi, saya suka ngedumel. Emang kenapa kalau saya punya anak lagi?  Ngerepotin situ ga?  Yang nganter  kontrol ke RS situ bukan?  Tiap saya melahirkan nengok ga?  Ngasi kado ga? Ikut ngasuh ga?  Daaann.. banyak lagi..

Yaa kan sebenarnya bedanya cuma diungkapannya aja kan ya,  misal kalau lahiran anak pertama : Alhamdulillah,  telah lahir putra pertama kami.... Kalau saya sudah sampe sini : Alhamdulillah telah lahir putra ketiga kami.... Greget yang baca nya mungkin beda 😆 Padahal perjuangan ngelahirinnya sama lho ya.  Pernah saya minta doa sama sahabat saya : Doain ya,  moga lahiran anak ketiga ini lancar. Dan jawabannya : Ah,  percaya lah sama kamu mah,  sudah expert di bidangnya.. 😂😂😂 Jadi menurut ibu-ibu saya kemarin didoain ga sama sahabat saya itu?

Ah pokonya mah,  buat ibu-ibu yang senasib sama saya,  yang sering menerima ungkapan unik, karena anaknya banyak, santai aja ya,  Bu,  hadapi saja dengan senyuman.. Ecieee..  Silakan tanya sama ibu-ibu yang sudah bertahun-tahun menikah namun belum kunjung diberi momongan,  saya yakin mereka lebih memilih banyak anak dibanding ga punya anak. Banyak anak itu keren, Bu,  kalau mendidiknya benar dan ikhlas anak bisa jadi investasi kita untuk sama-sama membangun perahu kecil untuk ke Surga.

Buat ibu-ibu sholehah yang belum kunjung dikaruniai momongan,  tetap sabar dan ikhtiar ya,  Bu. Tetap berprasangka baik sama Alloh,  yakinlah amanah dan cinta Alloh tak pernah datang terlambat,  ia akan datang pada waktu yang tepat.  Lagipula sebutan 'anak' tak melulu ditujukan untuk seseorang yang lahir dari rahim kita. Tetap semangat!

Sekian curhat pagi ini,  ditulis saat udara dingin ditengah goncangan angkot Cimahi - Padalarang..

***

Selasa, 19 September 2017

Nak, kamu istimewa..

Nak,  kamu istimewa...
Walaupun 7 tahun lalu kau memaksa keluar dari perut Ibu di usia kandungan yang baru 32 minggu.  Kulitmu membiru,  tak menangis ketika dilahirkan,  dan bobot tubuh yang hanya 1,9kg memaksamu 'menginap' di Rumah Sakit selama 28 hari.

Nak,  kamu istimewa...
Walaupun 3 bulan kemudian kau divonis menderita hydrocephalus. Ukuran kepalamu lebih besar dibanding bayi lain seusiamu. Penyebabnya karena kau terjangkit salah satu virus TORCH. Kau sempat diinfus di Rumah Sakit seharian,  tanpa obat.  Ketika akhirnya malam tiba, Dokter mengatakan obat untuk penyakitmu belum tersedia dan beliau menyuruh kita pulang. Ibu membawamu pulang dengan hampa,  Nak...

Nak,  kamu istimewa...  Walaupun setelah hari itu kami sibuk mencari obat untukmu. Kamu ingat,  Kakek dan Abi setiap hari mondar-mandir dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lainnya,  dari Apotek satu ke Apotek lainnya, demi mencari obat untuk penyakitmu yang memang ketika itu sulit didapat. Dan Ibu?  Ibu tak henti menyeka air mata setiap saat. Ibu panik,  takut... Doa Ibu kala itu : Ya Alloh,  sembuhkan anakku, biar aku saja yang sakit,  pindahkan penyakitnya padaku,  biarkan anakku sehat... Ah,  doa yang dulu sempat Ibu pikir berlebihan akhirnya terucap juga.  Ibu tau rasanya sekarang,  bagaimana seorang Ibu akan menjadi 'tak waras' ketika melihat anaknya menderita. Bagaimana seorang Ibu akan sulit untuk berpikir jernih saat anaknya sakit. Yang ada dipikirannya adalah bagaimana agar anaknya sehat, tak peduli bagaimana pun caranya, walaupun harus bertukar nyawa.

Nak,  kamu istimewa..  Seistimewa ikhtiar kita dengan medis dan alternatif untuk kesembuhanmu. Seistimewa perjuangan kita yang akhirnya berbuah manis.  Kamu sembuh,  Nak..

Nak,  kamu istimewa...  Seistimewa cara Alloh memilih rahim Ibu untuk tempat hidupmu.  Seistimewa rasa cinta saat pertama kali kau lahir ke dunia.

Nak,  kamu tetap istimewa.. Di usiamu yang ke 7 hari ini ijinkan Ibu kembali berdoa : Semoga Alloh selalu menyehatkan kita sekeluarga. Aamiin..

*Ditulis untuk putra Ibu yang paling kuat, yang lahir pada 21 September 2010, Naizar Al Jundi..

Rabu, 19 Juli 2017

Teman Positif

Suatu hari saat mengantar anak-anak berenang. Sebagai Emak-Emak Kece yang ingin menyaksikan anak-anaknya berenang namun tak mau basah, saya hanya duduk-duduk di kursi di pinggir kolam. Tampak di depan saya, 2 orang anak perempuan (perkiraan saya kelas 3 atau 4 SD) sedang berusaha untuk menaiki seluncuran. Seorang anak menunggu di dasar kolam sedangkan anak lainnya bersiap meluncur dengan ragu-ragu.

'Ayo, cepet, jangan takut...' ujar anak di dasar kolam memberi semangat. Temannya masih tampak ragu dan ketakutan, sesaat tampak meringgis. 'Ayo, ga takut ko, percaya sama aku.. kan ada aku..' tambahnya lagi sambil merentangkan tangannya diujung seluncuran, seolah ia akan menangkap temannya tadi. Mendengar kalimat itu, temannya akhirnya berani meluncur. Mereka berteriak bersama karena gembira. 'Tuh, kan ga apa-apa kan, yuk lagi... ' Beberapa menit kemudian, mereka tampak bahagia meluncur bergantian.

Enak ya, punya teman positif.. bisa saling memberi semangat dan mempengaruhi dalam hal baik. Yaa kita memang boleh bergaul dan berteman dengan siapa saja. Tapi alangkah baiknya jika dengan sesama teman kita bisa saling berlomba-lomba dan saling menyemangati dalam kebaikan.

Cerita kolam renang tadi sebenarnya sudah sangat lama terjadi. Saya mengingatnya kembali ketika hari ini mendengar kabar bahwa salah satu temannya Zaid akan pindah sekolah. Saya ko sedih.. (hahaha, lebay). Semua teman-teman Zaid sangat baik, termasuk temannya yang ini, namanya Iyas (halo Iyas dan Ummi nya Iyas, terima kasih sudah menginspirasi *sambil dadah-dadah). Saya sering mendengar Zaid menyebut nama Iyas. Terutama saat kami ber murojaah : Bu, Iyas mah udah hapal surat An Naba. Kalimat itu hampir saya dengar setiap hari. Saat itu Zaid memang belum hapal surat An Naba.

Zaid terinspirasi dengan Iyas, salah satu teman positifnya. Tak lagi susah diajak bermurojaah, demi mengejar hapalan surat (salah satunya surat An Naba yang lebih dahulu dikuasai Iyas). Seperti kata gurunya pun, Bu Aeni (halo Bu Aeni..hihi, maaf jadi kesebut-sebut), Zaid jadi lebih bersemangat, berusaha mengejar hapalan surat Iyas. Sampai saat ini Zaid terus berusaha mengejar Iyas, walaupun Iyas belum terkejar. Terbukti dari salah satu coretan tangan Zaid saat sedang bermain bersama saya, Zaid menulis namanya dan nama Iyas, beserta perolehan jumlah bintang hapalan, Zaid memperoleh 15 bintang, sedangkan Iyas 17 bintang.

Zaid berusaha mengejar Iyas, walaupun saat ini mereka tak lagi satu sekolah. (Saya lihat sih anaknya santai aja walaupun ditinggal temannya, yaa biasa aja, ga seperti Emaknya yg lebay sampe bikin tulisan kaya gini.. hahaha) Saya senang Zaid mempunyai teman yang positif. Bertemanlah dengan siapa saja, namun akan lebih baik jika kita punya teman yang posistif. Saling berbagi dan menyemangati dalam kebaikan. Jika pun disekeliling kita tak ada teman yang posistif, maka jadilah positif, kita yang positif, kita yang akan mengajak teman kita berlaku positif. 

Iyas sayang, terima kasih sudah menjadi teman positif. Sampe ketemu lagi ya, insyaalloh saat ketemu lagi Zaid akan sudah hapal surat An Naba. Salam positif. Be positif.



Rabu, 12 Juli 2017

Dunia Terbalik

Pertama kali menonton episode sinetron berjudul Dunia Terbalik yang ditayangkan oleh salah satu stasiun tv. Yang menarik perhatian saya, diceritakan ada sepasang suami istri, namanya Kang Koswara dan Ceu Engkom. Kang Koswara, suami yang soleh, penyayang dan penyabar. Berbanding terbalik dengan istrinya, Ceu Engkom, yang cerewet, suka mengeluh, hobi ngomel dan sebagainya.

Pada saat pertama kali nonton pun saya udah ngeuh, ko pasangan suami istri ini mirip saya ya.... Tepatnya, saya ko mirip tokoh Ceu Engkom, suka cerewet sama suami, mengeluh, ngomel-ngomel, tapi suami saya tetap sabar dan penyayang, persis Kang Koswara.

Ya, sih, kadang saya suka gitu. Kalo ada sedikit yang kurang berkenan, saya gampang ngeluh sama suami, ngomel2, kadang tampak mempengaruhi suami untuk melakukan hal yang ingin saya lakukan (astagfirullah). Tapi suami saya tetap tersenyum, bertahan dengan kshalihannya, dan berkata : Sabar... Kadang saya merasa suami saya terlalu sabar, terlalu sering mengorbankan kepentingan pribadinya asal bisa menolong orang lain. Tapi ketika saya protes, beliau dengan sabar dan tenang tetap menasehati saya, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama. Pantes suami saya mah byk yg 'sayang' ga kayak istrinya yg jutek ini (hahaha)

Sebenarnya suami saya juga sama seperti kebanyakan pria lain, simpel, ga aneh-aneh, selagi beliau tau itu baik ya lakukan. Lha sedangkan saya, kebanyakan analisa, jadi curigaan, kadang sewot dan sebagainya. Hihihi, ga banget ya saya.

Ketika kedua kalinya saya menonton sinetron tsb bersama suami, saya berujar :

'Bi, ko Ibu mirip Ceu Engkom ya..'

'Hehe..' suami saya hanya nyengir. Nah, kan, beliau jg ngeuh kan klo saya mirip Ceu Engkom, cm beliau ga  berani komentar. 'Ga apa2... Ibu jg udah lebih baik ko sekarang, belajar terus biar lebih sabar ya..' sambungnya sambil merangkul bahu saya... Masyaalloh... hiks..hiks..

Buat para suami Sholeh yang punya istri mirip Ceu Engkom.. yang sabar ya, Pak. Tetap bersabar membimbing istrinya, tetap semangat menjaganya dari api neraka. Semoga saya segera pulih dari 'virus' Ceu Engkom, dan tak ada lagi Ceu Engkom-Ceu Engkom lainnya di dunia nyata.

Aamiin...

Es Kelapa Muda

Hari ini suami saya sedang shaum sunnah. Kami masih berada di jalan ketika adzan Maghrib hampir berkumandang. Beli es kelapa, kata suami saya sambil meminggirkan sepeda motornya ke dekat penjual es kelapa muda. Saya langsung turun dari boncengan dan memesan sebungkus es kelapa muda.

Karena ingin kebagian pahala berpuasa, saya membayar sebungkus es kelapa muda tersebut dengan uang saya sendiri (info aja, saya termasuk orang yg 'hemat' dan manja-manja gimanaaa gtu yah, mau beli garam aja suka minta uang suami. Makanya suatu peristiwa langka jika hari ini saya bersedia membelikan suami saya es kelapa muda secara gratis, hehe).

Ketika akhirnya waktu buka puasa tiba, es kelapa saya lah yang pertama kali membasahi kerongkongan suami saya. Raut kebahagiaan terpancar dari wajah suami saya, kebahagian khas orang berbuka puasa. Bersamaan dengan itu hati saya bergetar. Begini rasanya, senang dan haru, bisa 'memberi makan' orang berpuasa.

Apa kabar rasanya hati suami saya yang sebulan lalu full memberi makan kami sekeluarga yg sedang berpuasa? Apa kabar suami-suami di seluruh dunia yang setiap hari menafkahi keluarganya? Masyaalloh... Selamat menikmati jamuan pahala Alloh dengan menjadi suami. Menjadi suami yang mau berpayah-payah untuk memberi makan keluarganya dengan rejeki yang halal dan baik. Rejeki yang halal dan baik. Semoga keberkahan selalu mengalir atas rejeki yang kau persembahkan untuk istrimu, anakmu, kerabatmu, dan semua orang yang lewat tanganmu lah rejekinya hari itu.

Proud of you.. 💪💪💪

Minggu, 09 Juli 2017

His First Iqomah

'De, nanti komat ya...' pinta saya sambil membenarkan letak kopyah Naizar (komat = iqomah.. entah kenapa bacanya jadi komat). Naizar tampak ragu.

'Nanti Ibu ngedengerin di rumah, yah?' ujar saya antusias. Naizar tersenyum

'Iya, Bu...' ujarnya sambil berlari menyusul Zaid dan Abi nya yang sudah terlebih dulu berjalan menuju mesjid.

Terdengar Abi nya Naizar mulai mengumandangkan adzan. Saya menyimak dari speaker mesjid. Sedetik setelah adzan berakhir, terdengarlah suara kecil Naizar.

'Allohuakbar Allohuakbar, ashadualla illa hailalloh..' Jep. Hening. Cuma sampai situ. Lho? Kenapa berhenti? Ah mungkin Naizar lupa kelanjutannya atau microphonenya rusak jadi suaranya tak terdengar, pikir saya saat itu.  Beberapa menit kemudian, terdengar iqomah ulang yang diserukan oleh orang dewasa. Bukan oleh Naizar.

Akhirnya sholat berjamaah selesai, Naizar kembali ke rumah dengan muka ditekuk. Saya menyambutnya penuh semangat.

'Ih, Dede.. barusan ibu ngedengerin, Dede komatnya baguuusss...' Naizar tersenyum hambar. 'Eh, tapi kenapa komatnya cuma sepotong?'

'Dede salah, orang-orangnya pada solat sunnah dulu, jadi Dede engga jadi komat nya...' jelasnya masih dengan muka sedih. Haha, itu rupanya. Mungkin Naizar tadi terlalu semangat utk iqomah, karena tau saya menyimak dari rumah. Tapi saking semangatnya, ketika adzan selesai Naizar langsung iqomah, padahal jamaah hendak sholat sunnah terlebih dahulu. Mungkin ada yang 'menghardik' Naizar sehingga dia bersedih dan tak mau melanjutkan iqomahnya.

'Oh, iya, ada yang mau sholat sunnah dulu ya, jadi kayaknya kalo habis adzan engga langsung komat ya, nunggu dulu yang mau solat sunnah, atau yang masih di rumah. Kan misal ada orang yang baru ngedenger adzan, trus baru berangkat ke mesjid, jadi kita tungguin dulu ya?' ujar saya. Saya berusaha tak tampak menggurui Naizar, agar Naizar tak 'pundung' lagi.

'Iya, biar jamaahnya banyak..' ujarnya 'Tapi Dede dosa ga, Bu, tadi malah komat?'

'Engga apa-apa, kan Dede engga tau, sekarang Dede udah tau, jadi nanti kalo udah adzan, engga langsung komat, tunggu dulu sebentar biar orang-orang sholat sunnah dulu. Ya?' Naizar tersenyum. 'Jadi nanti Dede mau komat lagi ga?' Naizar mengangguk mantap.

Alhamdulillah...

Kenang-kenangan mudik dari rumah Embah.

Minggu, 28 Mei 2017

Beda Zaman



Saya hampir terlelap ketika teringat saya belum menyiapkan buku pelajaran untuk Zaid sekolah besok. Hhh.. dgn sedikit memaksakan diri saya menuju ruang belajar, menyiapkan buku pelajaran sesuai jadwal pelajaran, menyiapkan kotak pensil dan memasukkannya ke dalam tas putra sulung saya itu.

Ckckck.. anak zaman sekarang ya, udah mau naik ke kelas 2 tapi buku masih harus disiapkan oleh orang tuanya. Zaman saya dulu, udah mandiri, Cuuy...  Ibu saya dulu cukup sekali memberikan pengarahan, selanjutnya saya yang mengatur. Beres.

Eh, tapi kan itu zaman dulu ya, Bun... Kita beda zaman. Bener, Bun, kita sama anak kita sekarang udah beda zaman. Zaman saya dulu, saya cukup bawa 1 buku tulis, bikin telor-teloran bulet-bulet dan bikin angka 1 ngejejer semuanya di 1 buku yang sama (nah, ketauan kan, saya jadul banget, tua.. :D ). Sedangkan Zaid sekarang, sekolahnya udah lebih dari 5 mata pelajaran, tentu saja tiap pelajaran harus beda buku, dan saya harus terus mendampingi, setidaknya membantunya menyiapkan buku pelajaran untuk esok hari.

Saya juga pernah berpikir, anak sekolah sekarang enak bener, tiap hari anter jemput sekolah. Zaman saya dulu udah mandiri, pulang pergi sendiri. Lah.. kan beda zaman, dulu zaman saya yang punya sepeda motor baru satu dua orang, jalanan masih lenggang, aman. Sekarang satu keluarga ada 5 orang, lima lima nya punya motor, belum mobilnya. Gimana jalanan ga macet, gimana kita ga khawatir kalau anak kita pulang pergi sendiri.

Jangan mengumpat jika gaya bicara anak kita sudah lebih dewasa dari usianya, udah ngerti pacaran dan lain-lain. Lah Emaknya aja hobi nonton Sinetron dari pagi sampe pagi lagi. Gimana ga nimbrung tu anak. Zaman dulu dari sekampung cuma 1 rmh yang punya tv. Ketika jam nya Si Unyil atau Ria Jenaka anak-anak akan berbondong-bondong menghampiri rumah  tetangga yang punya tv, lalu berteriak dengan dialek khas : NGIRING NONGTOON... (ikut nonton tv, Bahasa Sunda)

Jadi berhenti membandingkan sesuatu yang memang beda perbandingannya ya, Bun. Kita hidup di zaman yang memang segala sesuatu bisa diakses hanya dengan dua jempol via handphone. Selamat menikmati teknologi untuk lebih memperbaiki kehidupan. Jangan terlena, belajar dan terus perbaiki.
Buku Zaid sudah saya siapkan. Mata saya sudah minta jatah terpejam. Selamat malam...

Senin, 29052017

Ditulis sebagai pengingat untuk diri saya sendiri.

*

Jumat, 26 Mei 2017

Permohonan Maaf buat Zaid

Menerima informasi dari grup WhatsApp sekolahnya Zaid, akan ada kunjungan edukasi dan jalan-jalan bersama orang tua. Saya cek tanggal pelaksanaan, pas tanggal sibuk, saya tak bisa meninggalkan pekerjaan.

Saya hubungi wali kelasnya Zaid, meminta maaf sekaligus menitipkan Zaid karena saya blm bisa mendampingi Zaid pada acara tersebut.

Malam hari sebelum hari H saya menyiapkan segala keperluan Zaid, diselingi pesan-pesan khas orang tua.

"... baju basahnya masukin ke kresek. Kresek ada di kantong sebelah kiri. Kalo Kakak pusing di jalan, kayu putih dan tisu ada di kantong sebelah kanan.. " Zaid mengangguk  "Mainnya jangan terlalu jauh, Kakak harus bisa ngeliat Ibu Guru ada dmn.. bla.. bla.. bla.. "

Esok harinya, Zaid mengikuti acara dan saya pergi ke kantor seperti biasa. Semoga lancar, Nak... Maaf Ibu belum bisa mendampingi.

Sore hari sepulang kerja, Zaid menyambut saya.

"Ibu.. Kakak minta maaf.." katanya dengan raut muka bersalah.

"Kenapa, Sayang?"

"Kakak engga tau, klo jalan-jalannya harus sama orang tua. Tadi temen-temen Kakak ibunya pada ikut. Kakak engga bilang sama Ibu, jadi Ibu engga ikut... "

Deg. Saat itu rasanya jantung saya berhenti berdetak. Ada rasa bersalah menyembul di dalam hati. Engga, Nak, Zaid engga salah. Ibu tau kalo orang tua boleh ikut, tapi Ibu ada pekerjaan yang tak bisa Ibu tinggalkan. Akhirnya saat itu saya memilih untuk tak mengatakan hal yang sebenarnya. Mohon maaf ya, Nak..

"Oh ya udah, ga apa-apa, kan Kakak ga tau, nanti lain kali kita jalan-jalan berdua sama Ibu. Okey?"

"Okey, Bu." Zaid berubah sumringah

"Toss dulu dong.. " Kami saling mengadukan telapak tangan.

Esok harinya, percakapan dengan Zaid semalam masih saya ingat. Pun wajah sedihnya karena merasa atas kesalahannyalah saya tak ikut menemaninya. Jika suatu saat ketika Zaid sudah besar dan bisa membaca tulisan ini, semoga Zaid bisa memaafkan Ibu. Mohon maaf ya, Nak, Ibu pasti akan menebusnya.

Ya, saya berjanji suatu hari saya akan menebusnya. Janji itulah yang membuat saya menandatangani surat cuti pagi hari ini. Yuk, Nak.. kita jalan-jalan, berdua saja..


Ditulis sebagai permohonan maaf Ibu untuk Zaid yang sholeh


***

Kamis, 09 Maret 2017

Sekotak Cinta Buat Bapak





"Pa, iraha nyandak kueh deui?" (Pak, kapan bawa kue lagi) tanya saya pada Bapak

"Ke mun aya rapat deui" (nanti kalo ada rapat lagi) jawab Bapak saat itu, jawaban yg cukup membuat anak kecil seperti saya tersenyum puas sekaligus penuh harap.

Ribuan hari setelah hari itu. Hari ini kurang lebih saya ada di posisi Bapak,  duduk dalam sebuah rapat dengan sekotak snack. Pasti Bapak dulu seperti ini, merelakan sekotak snack miliknya untuk dibawa pulang, demi menyaksikan putri kecilnya tersenyum riang menyambut kepulangan Bapak. Kepulangan Bapak dengan sekotak kue. Dulu Bapak memberi saya sekotak kue, hari ini saya akan menggantinya dengan sekotak doa, semoga Bapak selalu sehat dan dipanjangkan umurnya.

Ribuan hari setelah hari itu. Hari ini saya merasakan apa yang dulu Bapak rasakan. Saya membuka kotak snack di hadapan saya, isinya 4 potong kue. Saya makan sepotong kue, sekedar pengganjal perut. Sisanya akan saya bawa pulang, seperti Bapak dulu. Agar ada senyuman bahagia ketika anak-anak bertanya "Ibu, bawa kue apa?"

***

Foto : http://kuebasahbogor.blogspot.co.id

Selasa, 07 Maret 2017

Bu, Kakak Sudah Meninggal?

Suatu sore ditengah kesibukan memasak sambil menemani Zaid belajar untuk UAS besok. Zaid berdiri di belakang saya yang mulai menumis bumbu.

"Jadi, alat utama untuk berwudhu itu air, kalo ga ada air bisa pake debu, atau kayu, atau batu..." ujar saya mengulang materi yang akan diujiankan besok.

"Iya." jawab Zaid. "Jadi wudhunya pake air, kalo ga ada air pake apa, Bu?"

"Debu.." jawab saya

"Kalo ga ada debu?"

"Pake kayu..."

"Klo ga ada kayu?"

"Pake batu."

"Kalo ga ada batu?"

"Pasti ada." jawab saya

"Kalo ga ada semuanya?"

"Pasti ada." 

"Kalo ga ada semuanya gimana?" Zaid bersikeras

"Ada, Kak.. kalo ga ada apa-apa namanya udah meninggal." jawab saya dengan nada tinggi. Tumisan saya hangus. Dengan sedikit kesal saya memasukkan potongan sayuran ke dalam penggorengan. Saya lihat Zaid melengos pergi. Ada raut wajah kecewa terlihat di sana. Saya tau Zaid tak puas, tapi juga tak berani mengganggu saya yang masih tampak sibuk. Ah sudahlah..

Malam harinya. Tok..Tok.. pintu kamar saya diketuk, sedetik kemudian wajah polos Zaid muncul di balik pintu.

"Bu...Kalo udah ga ada apa-apa buat wudhu... berarti kakak sudah meninggal ya?" tanya Zaid lemah.

Astagfirulloh... Ya Alloh.. Zaid masih mengingat peristiwa sore tadi. Saya menarik lembut Zaid ke pelukan saya.. Maafkan Ibu, Nak... Maafkan... Ibu tak cukup mempunyai kesabaran sore tadi... Peristiwa sore tadi ternyata begitu berbekas di hati Zaid.

"Jadi ga ada apa-apa buat wudhunya ya?" tanya saya lembut. "Ga ada air? Debu? Kayu? Batu?" Zaid menggeleng. Saya memutar otak. "Emangnya Kakak Zaid lagi ada dimana misalnya?" tanya saya. Zaid melihat sekeliling.

"Misalnya Kakak ada di kamar.." jawabnya. Giliran saya yang melihat sekeliling. Di kamar tidur. Sekilas, memang tak ada air di dalam kamar, juga debu, kayu dan batu, tak ada, semua bersih.

"Oh.. kalo di kamar, Kakak tempelin tangan Kakak ke tembok, di tembok sebenarnya ada debu nya, tapi kecil-kecil, jadi ga keliatan." saya menempelkan kedua telapak tangan Zaid ke dinding kamar.

"Jadi ada debu yah di kamar?" Zaid tampak antusias.

"Iya, ada." saya mengangguk. Sebuah senyuman tersungging di wajah putra sulung saya itu, dia puas. Lalu beranjak kembali ke kamarnya dengan riang. Alhamdulillah... Alhamdulillah...

Ternyata sesederhana itu. Kesederhanaan itu tak tampak karena tadi sore saya tak sabar. Tadi sore saya tak benar-benar meluangkan waktu untuk menemani Zaid. Saya merenung. Saya ingin Zaid 'pintar' seperti saya, tapi saya tak mau repot mentransfer 'kepintaran' tersebut. Saya, mungkin juga ada orang tua lain yang ingin anaknya serba tau, tapi justru malas berbagi pengetahuan.

Sering anak bertanya sesuatu yang menurut kita tak harus ditanyakan. Misalnya, mengapa adik bayi ga ada giginya? Mengapa roda berputar? Mengapa kalo digigit lebah bisa bengkak? Ah, kita malah mematahkan pertanyaan anak dengan hardikan, runtuhlah keingintahuan anak. Kalo kita ga tau ya kita yang harus belajar lagi. Kalo kita menilai imajinasi anak terlalu tinggi, atau tak masuk akal, coba masuklah ke dalam imajinasinya, rasakan apa yang anak rasakan... Imajinasi anak tak terlalu tinggi, hanya pemahamannya saja yang harus kita arahkan. Seperti halnya Zaid tadi. Saya berpikir mana mungkin di lingkungan kita sampai tak ada air debu kayu dan batu sekaligus, saya berpikir Zaid mengada-ada. Tapi setelah saya benar-benar meluangkan waktu, ternyata Zaid benar, maksudnya di dalam kamar. Kamar tidur kami tak ada toiletnya, bersih tak berdebu, juga tak ada kayu ataupun batu.

Terima kasih Zaid sayang, juga putra-putra saya yang lainnya. Selalu ada hal baru yang diajarkan anak setiap hari. Mereka memang putra saya, tapi juga sekaligus guru kehidupan saya. Maafkan Ibu yang selalu tak sabaran, doakan agar bisa jadi Ibu terbaik buat kalian...


*Ditulis dengan cinta sebagai pengingat untuk diri saya sendiri 





Minggu, 05 Maret 2017

Kebiasaan Sebelum Tidur

Hehe.. mau cerita nih, kebiasaan 3 jagoan kecil sebelum tidur..

Zaid. Zaid kayaknya senang akan suasana yang adem, bahkan cenderung dingin. Kebiasaannya sebelum tidur adalah ngebolak-balikin bantal atau guling. Ketika bantal atau guling baru dibalik ke satu sisi, maka rasanya akan lebih dingin dari sisi sebelumnya. Tak jarang Zaid menyingkap bajunya hingga sedikit terbuka, lalu mepet ke tembok utk merasakan dinginnya tembok. Nak, Nak.. tau gini Ibu ga usah beli kasur, tidur aja di lantai sekalian... kan dingin tuh...hahaha...

Naizar. Nah, lain lagi dengan Naizar. Sebelum tidur, Naizar punya kebiasaan nyolek-nyolek pipi Emaknya. Sekarang mending cuma sekedar nyolek, kalo dulu tuh nyolek sambil kuku jarinya diteken-teken ke pipi. Aduh, selain sakit, jg akan meninggalkan flek-flek hitam di pipi Emaknya. Itulah alasannya knp wajah saya ga pernah bisa glowing kayak Mbak-Mbak Cantik di iklan kosmetik...beu...

Bilal. Nah, berhubung Bilal mah masih ngeASI, jadi belum ada kebiasaan yang signifikan, hahay. Bilal bisa langsung tidur nyenyak selama 'gentong' ASI nya ada di dekatnya... ups..

Sepertinya kebiasaan-kebiasaan tersebut dilakukan anak untuk mencari kenyamanan sebelum tidur. Macam-macam kebiasaan dilakukan anak, ada yang mungkin sebelum tidur harus digarukin, dikipasin, dibacain dongeng, dan lain sebagainya. Apapun kebiasaannya selama masih dalam batas normal dan tidak ketergantungan, mungkin masih aman ya. Namun jangan lupa, tidur dalam keadaan berwudhu dan miring ke arah kanan adalah salah satu sunnah yang dicontohkan Rasululloh SAW. Smga kita bisa mengamalkannya. Aamiin...


Selasa, 31 Januari 2017

MENGGEMASKAN


SUATU HARI menjelang makan siang, seorang teman mendekati saya dengan raut wajah mengkhawatirkan. Pinjam uang buat makan siang, katanya. Lho? Sedetik kemudian dia mengeluarkan isi dompetnya.

"Ini liat, isi dompetku uang mainan semua, semalem dibongkar2 dompetnya sm si kecil, ternyata uangnya ditukerin sm uang mainan dia.." antara gemes dan lucu akhirnya kami tertawa bersama.

Keesokan harinya, seorang tmn saya yg lain yang masih punya bayi mengeluhkan hal lain. Seharian ia tak bisa melakukan aktivitasnya sebagai Pumping Mommy, karena ternyata tas perlengkapan pumpingnya telah berganti isi, dari peralatan pompa asi menjadi mainan dokter-dokteran milik putri sulungnya yg masih balita..hohoho...

Mom...jgn dulu merasa aman krn sdh prepare dari semalam ya. Silakan cek ulang bawaan kita sebelum bepergian. Ada brilian-brilian kecil nan kreatif yang bakal bikin hari2 kita lebih berwarna..selamat beraktifitas...






***


Senin, 16 Januari 2017

DRAMA SEBELUM TIDUR

NAIZAR meringkuk di kaki saya sambil tersedu...

"Hiks..sprei nya ga enakeun..." katanya sambil terisak

"Kenapa? Enakeun ko. Mau diganti sprei nya?" Tanya saya. Naizar mengangguk. "Klo diganti spreinya nanti adik BILAL nya bangun.." sambung saya. "Ya udah, bobonya ditilaman (ditambah alas) pake sarung ya, biar ga kena sprei." Tawar saya. Naizar menggeleng, rupanya dia tetap ingin ganti sprei.

Saya terdiam beberapa saat. Saya biarkan Naizar menangis, melampiaskan perasaannya. Setelah reda, saya memeluknya.

"Kenapa dede ga mau pake sprei ini?" tanya saya lembut, selembut suara Teh Ayu Tingting saat menyanyikan lagu Sambalado.

"Dede engga suka warnanya..." jelas Naizar.
Yup, saya sdh menduganya. Hihihi... ya gtu deh, Mom, untuk sprei saya terbiasa memilih warna2 soft seperti pink, hijau muda, atau coklat. Nah, kmrn kakak ipar saya memberi saya sebuah sprei dgn warna yg tak biasa : UNGU BAGEDOD... Udah dikasi masa ga dipake kan ya.. jadilah terjadi peristiwa tadi...

Pelajaran buat saya : kenalkan anak2 dengan warna2 purba yg cm Emak2 Kece macam kita yg tau.. misalnya.. warna BULAO, KONENG GEDANG, dan UNGU BAGEDOD... Apa lagi ya? Hihihi...

Selamat malam, selamat bersiap dgn kelincahan anak2 esok hari... hoaaeeemmm...

Kamis, 12 Januari 2017

SI

 
 BRAKK...Tiba-tiba pintu kamar tidur saya terbuka. Kedua jagoan kecil saya, ZAID dan adiknya, NAIZAR, muncul dari balik pintu dan segera menghambur ke pelukan saya.

"RARU, RARU..ada RARU, takuut.." seru Zaid.

"Apa? Ada apa?" Tanya saya bingung

"Raru....raru..."

"Raru apa?" msh dlm kebingungan saya tetap memeluk mereka.

"Itu ada raru di luar...terbang..di dkt lampu..." jelas Naizar terbata-bata, tangannya menunjuk ke luar kamar. Dengan lembut saya melepaskan pelukan putra-putra saya, lalu perlahan membuka pintu kamar dan mencari dgn pandangan saya apa yg dimaksud oleh mereka. Di dekat lampu ruang tengah, tampak beberapa ekor serangga beterbangan melingkari lampu.

"Oh, itu namanya SIRARU.." jelas saya

"Hah? SIRARU? Kata ibu ga boleh bilang SI? Jadi itu RARU.." Zaid memprotes ucapan saya.

"Binatang itu namanya emang SIRARU, ada SI nya.. yg ga boleh adalah nyebut nama orang ada tambahan SI nya, misal SI ZAID, SI NAIZAR, SI IBU, itu ga boleh, ga sopan, krn namanya ZAID, NAIZAR, IBU.." jelas saya. Kedua jagoan kecil saya menyimak dengan seksama.

"Tapi dede mah takut sama RARU, dede mau bobo aja, takut raru.." ujar Naizar sambil naik ke atas kasur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Kaka jg takut RARU.." timpal Zaid seraya bergabung dengan adiknya melingkar di bawah selimut.
Haha... Okelah, Nak... Btw, SIRARU itu bahasa Indonesia nya apa ya? Binatang yg suka terbang2 trus sayapnya gampang copot itu lho...

***

Rabu, 11 Januari 2017

PERUSAHAAN KELUARGA

"Ibu kenapa ke tempat kerjanya pake sendal?" Tanya ZAID, sesaat setelah saya bercerita bahwa saya dibelikan sandal jepit kuning oleh Abinya untuk dibawa ke kantor.

"Engga, Sayang, ke tempat kerjanya pake sepatu, sendal jepitnya dipake kalo mau wudhu. Kalo wudhunya pake sepatu nanti sepatunya basah, jadi Ibu dibeliin sendal jepit sama Abi. Temen kerja Ibu juga punya sendal.." jelas saya panjang lebar. Zaid tampak serius menyimak.

"Jadi temen kerja Ibu jg punya sendal..jadi sendalnya banyak dong?" Tanyanya. Aku mengangguk. "Sini Kakak kasi nama sendalnya, bisi ketuker sama sendal temen Ibu." tawar Zaid sambil meraih spidol di atas lemari pakaian. Saya menyerahkan sandal jepit kuning yg sedari tadi saya pakai, lalu melanjutkan aktivitas saya membereskan kamar tidur.

Beberapa menit kemudian, Zaid mendekati saya sambil menyerahkan sendal jepit saya.

"Ini, Bu..udah dinamain.." sahutnya. Saya menatap tulisan tangan Zaid di sendal jepit kuning saya..hhhmmppp...wkwkkwkkwk.. di sana tertulis nama saya : IBU





Nak...Nak... kau pikir perusahaan tempat ibu kerja adalah perusahaan keluarga..yg isinya ada IBU, ABI, UWA, KAKEK, NENEK, DEDE, ADIK... hihihi...

Teman-teman..jika menemukan sendal jepit kuning bertuliskan nama saya, tolong kembalikan ke meja saya ya..

***