Suatu sore ditengah kesibukan memasak sambil menemani Zaid belajar untuk UAS besok. Zaid berdiri di belakang saya yang mulai menumis bumbu.
"Jadi, alat utama untuk berwudhu itu air, kalo ga ada air bisa pake debu, atau kayu, atau batu..." ujar saya mengulang materi yang akan diujiankan besok.
"Iya." jawab Zaid. "Jadi wudhunya pake air, kalo ga ada air pake apa, Bu?"
"Debu.." jawab saya
"Kalo ga ada debu?"
"Pake kayu..."
"Klo ga ada kayu?"
"Pake batu."
"Kalo ga ada batu?"
"Pasti ada." jawab saya
"Kalo ga ada semuanya?"
"Pasti ada."
"Kalo ga ada semuanya gimana?" Zaid bersikeras
"Ada, Kak.. kalo ga ada apa-apa namanya udah meninggal." jawab saya dengan nada tinggi. Tumisan saya hangus. Dengan sedikit kesal saya memasukkan potongan sayuran ke dalam penggorengan. Saya lihat Zaid melengos pergi. Ada raut wajah kecewa terlihat di sana. Saya tau Zaid tak puas, tapi juga tak berani mengganggu saya yang masih tampak sibuk. Ah sudahlah..
Malam harinya. Tok..Tok.. pintu kamar saya diketuk, sedetik kemudian wajah polos Zaid muncul di balik pintu.
"Bu...Kalo udah ga ada apa-apa buat wudhu... berarti kakak sudah meninggal ya?" tanya Zaid lemah.
Astagfirulloh... Ya Alloh.. Zaid masih mengingat peristiwa sore tadi. Saya menarik lembut Zaid ke pelukan saya.. Maafkan Ibu, Nak... Maafkan... Ibu tak cukup mempunyai kesabaran sore tadi... Peristiwa sore tadi ternyata begitu berbekas di hati Zaid.
"Jadi ga ada apa-apa buat wudhunya ya?" tanya saya lembut. "Ga ada air? Debu? Kayu? Batu?" Zaid menggeleng. Saya memutar otak. "Emangnya Kakak Zaid lagi ada dimana misalnya?" tanya saya. Zaid melihat sekeliling.
"Misalnya Kakak ada di kamar.." jawabnya. Giliran saya yang melihat sekeliling. Di kamar tidur. Sekilas, memang tak ada air di dalam kamar, juga debu, kayu dan batu, tak ada, semua bersih.
"Oh.. kalo di kamar, Kakak tempelin tangan Kakak ke tembok, di tembok sebenarnya ada debu nya, tapi kecil-kecil, jadi ga keliatan." saya menempelkan kedua telapak tangan Zaid ke dinding kamar.
"Jadi ada debu yah di kamar?" Zaid tampak antusias.
"Iya, ada." saya mengangguk. Sebuah senyuman tersungging di wajah putra sulung saya itu, dia puas. Lalu beranjak kembali ke kamarnya dengan riang. Alhamdulillah... Alhamdulillah...
Ternyata sesederhana itu. Kesederhanaan itu tak tampak karena tadi sore saya tak sabar. Tadi sore saya tak benar-benar meluangkan waktu untuk menemani Zaid. Saya merenung. Saya ingin Zaid 'pintar' seperti saya, tapi saya tak mau repot mentransfer 'kepintaran' tersebut. Saya, mungkin juga ada orang tua lain yang ingin anaknya serba tau, tapi justru malas berbagi pengetahuan.
Sering anak bertanya sesuatu yang menurut kita tak harus ditanyakan. Misalnya, mengapa adik bayi ga ada giginya? Mengapa roda berputar? Mengapa kalo digigit lebah bisa bengkak? Ah, kita malah mematahkan pertanyaan anak dengan hardikan, runtuhlah keingintahuan anak. Kalo kita ga tau ya kita yang harus belajar lagi. Kalo kita menilai imajinasi anak terlalu tinggi, atau tak masuk akal, coba masuklah ke dalam imajinasinya, rasakan apa yang anak rasakan... Imajinasi anak tak terlalu tinggi, hanya pemahamannya saja yang harus kita arahkan. Seperti halnya Zaid tadi. Saya berpikir mana mungkin di lingkungan kita sampai tak ada air debu kayu dan batu sekaligus, saya berpikir Zaid mengada-ada. Tapi setelah saya benar-benar meluangkan waktu, ternyata Zaid benar, maksudnya di dalam kamar. Kamar tidur kami tak ada toiletnya, bersih tak berdebu, juga tak ada kayu ataupun batu.
Terima kasih Zaid sayang, juga putra-putra saya yang lainnya. Selalu ada hal baru yang diajarkan anak setiap hari. Mereka memang putra saya, tapi juga sekaligus guru kehidupan saya. Maafkan Ibu yang selalu tak sabaran, doakan agar bisa jadi Ibu terbaik buat kalian...
*Ditulis dengan cinta sebagai pengingat untuk diri saya sendiri
Terima kasih Zaid sayang, juga putra-putra saya yang lainnya. Selalu ada hal baru yang diajarkan anak setiap hari. Mereka memang putra saya, tapi juga sekaligus guru kehidupan saya. Maafkan Ibu yang selalu tak sabaran, doakan agar bisa jadi Ibu terbaik buat kalian...
*Ditulis dengan cinta sebagai pengingat untuk diri saya sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar