Rabu, 19 Juli 2017

Teman Positif

Suatu hari saat mengantar anak-anak berenang. Sebagai Emak-Emak Kece yang ingin menyaksikan anak-anaknya berenang namun tak mau basah, saya hanya duduk-duduk di kursi di pinggir kolam. Tampak di depan saya, 2 orang anak perempuan (perkiraan saya kelas 3 atau 4 SD) sedang berusaha untuk menaiki seluncuran. Seorang anak menunggu di dasar kolam sedangkan anak lainnya bersiap meluncur dengan ragu-ragu.

'Ayo, cepet, jangan takut...' ujar anak di dasar kolam memberi semangat. Temannya masih tampak ragu dan ketakutan, sesaat tampak meringgis. 'Ayo, ga takut ko, percaya sama aku.. kan ada aku..' tambahnya lagi sambil merentangkan tangannya diujung seluncuran, seolah ia akan menangkap temannya tadi. Mendengar kalimat itu, temannya akhirnya berani meluncur. Mereka berteriak bersama karena gembira. 'Tuh, kan ga apa-apa kan, yuk lagi... ' Beberapa menit kemudian, mereka tampak bahagia meluncur bergantian.

Enak ya, punya teman positif.. bisa saling memberi semangat dan mempengaruhi dalam hal baik. Yaa kita memang boleh bergaul dan berteman dengan siapa saja. Tapi alangkah baiknya jika dengan sesama teman kita bisa saling berlomba-lomba dan saling menyemangati dalam kebaikan.

Cerita kolam renang tadi sebenarnya sudah sangat lama terjadi. Saya mengingatnya kembali ketika hari ini mendengar kabar bahwa salah satu temannya Zaid akan pindah sekolah. Saya ko sedih.. (hahaha, lebay). Semua teman-teman Zaid sangat baik, termasuk temannya yang ini, namanya Iyas (halo Iyas dan Ummi nya Iyas, terima kasih sudah menginspirasi *sambil dadah-dadah). Saya sering mendengar Zaid menyebut nama Iyas. Terutama saat kami ber murojaah : Bu, Iyas mah udah hapal surat An Naba. Kalimat itu hampir saya dengar setiap hari. Saat itu Zaid memang belum hapal surat An Naba.

Zaid terinspirasi dengan Iyas, salah satu teman positifnya. Tak lagi susah diajak bermurojaah, demi mengejar hapalan surat (salah satunya surat An Naba yang lebih dahulu dikuasai Iyas). Seperti kata gurunya pun, Bu Aeni (halo Bu Aeni..hihi, maaf jadi kesebut-sebut), Zaid jadi lebih bersemangat, berusaha mengejar hapalan surat Iyas. Sampai saat ini Zaid terus berusaha mengejar Iyas, walaupun Iyas belum terkejar. Terbukti dari salah satu coretan tangan Zaid saat sedang bermain bersama saya, Zaid menulis namanya dan nama Iyas, beserta perolehan jumlah bintang hapalan, Zaid memperoleh 15 bintang, sedangkan Iyas 17 bintang.

Zaid berusaha mengejar Iyas, walaupun saat ini mereka tak lagi satu sekolah. (Saya lihat sih anaknya santai aja walaupun ditinggal temannya, yaa biasa aja, ga seperti Emaknya yg lebay sampe bikin tulisan kaya gini.. hahaha) Saya senang Zaid mempunyai teman yang positif. Bertemanlah dengan siapa saja, namun akan lebih baik jika kita punya teman yang posistif. Saling berbagi dan menyemangati dalam kebaikan. Jika pun disekeliling kita tak ada teman yang posistif, maka jadilah positif, kita yang positif, kita yang akan mengajak teman kita berlaku positif. 

Iyas sayang, terima kasih sudah menjadi teman positif. Sampe ketemu lagi ya, insyaalloh saat ketemu lagi Zaid akan sudah hapal surat An Naba. Salam positif. Be positif.



Rabu, 12 Juli 2017

Dunia Terbalik

Pertama kali menonton episode sinetron berjudul Dunia Terbalik yang ditayangkan oleh salah satu stasiun tv. Yang menarik perhatian saya, diceritakan ada sepasang suami istri, namanya Kang Koswara dan Ceu Engkom. Kang Koswara, suami yang soleh, penyayang dan penyabar. Berbanding terbalik dengan istrinya, Ceu Engkom, yang cerewet, suka mengeluh, hobi ngomel dan sebagainya.

Pada saat pertama kali nonton pun saya udah ngeuh, ko pasangan suami istri ini mirip saya ya.... Tepatnya, saya ko mirip tokoh Ceu Engkom, suka cerewet sama suami, mengeluh, ngomel-ngomel, tapi suami saya tetap sabar dan penyayang, persis Kang Koswara.

Ya, sih, kadang saya suka gitu. Kalo ada sedikit yang kurang berkenan, saya gampang ngeluh sama suami, ngomel2, kadang tampak mempengaruhi suami untuk melakukan hal yang ingin saya lakukan (astagfirullah). Tapi suami saya tetap tersenyum, bertahan dengan kshalihannya, dan berkata : Sabar... Kadang saya merasa suami saya terlalu sabar, terlalu sering mengorbankan kepentingan pribadinya asal bisa menolong orang lain. Tapi ketika saya protes, beliau dengan sabar dan tenang tetap menasehati saya, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama. Pantes suami saya mah byk yg 'sayang' ga kayak istrinya yg jutek ini (hahaha)

Sebenarnya suami saya juga sama seperti kebanyakan pria lain, simpel, ga aneh-aneh, selagi beliau tau itu baik ya lakukan. Lha sedangkan saya, kebanyakan analisa, jadi curigaan, kadang sewot dan sebagainya. Hihihi, ga banget ya saya.

Ketika kedua kalinya saya menonton sinetron tsb bersama suami, saya berujar :

'Bi, ko Ibu mirip Ceu Engkom ya..'

'Hehe..' suami saya hanya nyengir. Nah, kan, beliau jg ngeuh kan klo saya mirip Ceu Engkom, cm beliau ga  berani komentar. 'Ga apa2... Ibu jg udah lebih baik ko sekarang, belajar terus biar lebih sabar ya..' sambungnya sambil merangkul bahu saya... Masyaalloh... hiks..hiks..

Buat para suami Sholeh yang punya istri mirip Ceu Engkom.. yang sabar ya, Pak. Tetap bersabar membimbing istrinya, tetap semangat menjaganya dari api neraka. Semoga saya segera pulih dari 'virus' Ceu Engkom, dan tak ada lagi Ceu Engkom-Ceu Engkom lainnya di dunia nyata.

Aamiin...

Es Kelapa Muda

Hari ini suami saya sedang shaum sunnah. Kami masih berada di jalan ketika adzan Maghrib hampir berkumandang. Beli es kelapa, kata suami saya sambil meminggirkan sepeda motornya ke dekat penjual es kelapa muda. Saya langsung turun dari boncengan dan memesan sebungkus es kelapa muda.

Karena ingin kebagian pahala berpuasa, saya membayar sebungkus es kelapa muda tersebut dengan uang saya sendiri (info aja, saya termasuk orang yg 'hemat' dan manja-manja gimanaaa gtu yah, mau beli garam aja suka minta uang suami. Makanya suatu peristiwa langka jika hari ini saya bersedia membelikan suami saya es kelapa muda secara gratis, hehe).

Ketika akhirnya waktu buka puasa tiba, es kelapa saya lah yang pertama kali membasahi kerongkongan suami saya. Raut kebahagiaan terpancar dari wajah suami saya, kebahagian khas orang berbuka puasa. Bersamaan dengan itu hati saya bergetar. Begini rasanya, senang dan haru, bisa 'memberi makan' orang berpuasa.

Apa kabar rasanya hati suami saya yang sebulan lalu full memberi makan kami sekeluarga yg sedang berpuasa? Apa kabar suami-suami di seluruh dunia yang setiap hari menafkahi keluarganya? Masyaalloh... Selamat menikmati jamuan pahala Alloh dengan menjadi suami. Menjadi suami yang mau berpayah-payah untuk memberi makan keluarganya dengan rejeki yang halal dan baik. Rejeki yang halal dan baik. Semoga keberkahan selalu mengalir atas rejeki yang kau persembahkan untuk istrimu, anakmu, kerabatmu, dan semua orang yang lewat tanganmu lah rejekinya hari itu.

Proud of you.. 💪💪💪

Minggu, 09 Juli 2017

His First Iqomah

'De, nanti komat ya...' pinta saya sambil membenarkan letak kopyah Naizar (komat = iqomah.. entah kenapa bacanya jadi komat). Naizar tampak ragu.

'Nanti Ibu ngedengerin di rumah, yah?' ujar saya antusias. Naizar tersenyum

'Iya, Bu...' ujarnya sambil berlari menyusul Zaid dan Abi nya yang sudah terlebih dulu berjalan menuju mesjid.

Terdengar Abi nya Naizar mulai mengumandangkan adzan. Saya menyimak dari speaker mesjid. Sedetik setelah adzan berakhir, terdengarlah suara kecil Naizar.

'Allohuakbar Allohuakbar, ashadualla illa hailalloh..' Jep. Hening. Cuma sampai situ. Lho? Kenapa berhenti? Ah mungkin Naizar lupa kelanjutannya atau microphonenya rusak jadi suaranya tak terdengar, pikir saya saat itu.  Beberapa menit kemudian, terdengar iqomah ulang yang diserukan oleh orang dewasa. Bukan oleh Naizar.

Akhirnya sholat berjamaah selesai, Naizar kembali ke rumah dengan muka ditekuk. Saya menyambutnya penuh semangat.

'Ih, Dede.. barusan ibu ngedengerin, Dede komatnya baguuusss...' Naizar tersenyum hambar. 'Eh, tapi kenapa komatnya cuma sepotong?'

'Dede salah, orang-orangnya pada solat sunnah dulu, jadi Dede engga jadi komat nya...' jelasnya masih dengan muka sedih. Haha, itu rupanya. Mungkin Naizar tadi terlalu semangat utk iqomah, karena tau saya menyimak dari rumah. Tapi saking semangatnya, ketika adzan selesai Naizar langsung iqomah, padahal jamaah hendak sholat sunnah terlebih dahulu. Mungkin ada yang 'menghardik' Naizar sehingga dia bersedih dan tak mau melanjutkan iqomahnya.

'Oh, iya, ada yang mau sholat sunnah dulu ya, jadi kayaknya kalo habis adzan engga langsung komat ya, nunggu dulu yang mau solat sunnah, atau yang masih di rumah. Kan misal ada orang yang baru ngedenger adzan, trus baru berangkat ke mesjid, jadi kita tungguin dulu ya?' ujar saya. Saya berusaha tak tampak menggurui Naizar, agar Naizar tak 'pundung' lagi.

'Iya, biar jamaahnya banyak..' ujarnya 'Tapi Dede dosa ga, Bu, tadi malah komat?'

'Engga apa-apa, kan Dede engga tau, sekarang Dede udah tau, jadi nanti kalo udah adzan, engga langsung komat, tunggu dulu sebentar biar orang-orang sholat sunnah dulu. Ya?' Naizar tersenyum. 'Jadi nanti Dede mau komat lagi ga?' Naizar mengangguk mantap.

Alhamdulillah...

Kenang-kenangan mudik dari rumah Embah.