Minggu, 11 Maret 2018

Doa dan Sepotong Mangga



Kedamaian di pagi hari terusik oleh tangisan Naizar. Pengen kupas mangga, katanya. Saya yang terlanjur masuk ke kamar mandi dan membuka pakaian akhirnya berteriak memanggil Abinya Naizar
“Bi, Bi, tolong, Dede mau kupas mangga.” Terdengar suara Abinya Naizar mengiyakan. Tapi suara tangisan Naizar terdengar makin keras. Ada apa ini? Saya mulai kesal. Pintu kamar mandi diketuk, Abinya Naizar.
“Dede kupas mangganya pengen sama ibu.” Ujarnya. Astagfirulloh Naizaaaarrr… Dengan cepat saya kembali berpakaian, lalu dengan kaki yang menghentak keras saya mendekati Naizar yang masih menangis.
“Dede, kenapa kupas mangganya harus sama Ibu, kan Ibu lagi mandi?” tanya saya kesal sambil meraih mangga dan pisau yang disodorkan Abinya Naizar. Melihat saya mulai mengupas mangga kesukaannya, tangisan Naizar mereda, tapi emosi saya tidak. “Ibu teh kan mau kerja, nanti Ibu kesiangan. Kalau mau kupas mangga mah sama siapa aja atuh, ga usah sama Ibu, rasanya tetep sama ko.”
Dengan kesal saya mengupas kulit, dan memotong daging buah seperti potongan dadu. Mulut saya diam, tapi hati saya tetap menggerutu. Kesaaal, pasti bakal kesiangan ngantor gara-gara mengupas mangga. Ketika setengah potong mangga sudah tersaji dipiring saya baru tersadar. Ya Alloh, mangga ini saya sajikan dengan kesal, sambil menggerutu, tidak ikhlas. Apakah ada keberkahan di dalamnya? Mangga ini akan dinikmati oleh putra saya, akan jadi energi yang mengalir ditubuhnya. Apakah energinya akan mengalir baik jika cara penyajiannya tidak baik?
Allohumagfirli wali walidayya warhamhuma kamaa rabbayani shogiroo. Saya mengajarkan doa agar Alloh menyayangi saya sebagaimana saya menyayangi Naizar sewaktu kecil. Tapi seperti inikah saya menyayangi Naizar? Menyiapkan makanan saja tidak ikhlas, bagaimana mungkin Alloh akan ikhlas pada diri saya.
Astagfirullohaladzhim. Ampuni saya, Rabb. Saya membalik bagian mangga yang belum terkupas dan mulai berdoa. Saya ikhlas, menyajikan makanan untuk putra saya dengan ridho, agar Alloh pun menyayangi saya dengan ridho. Semoga Alloh mengampuni khilaf saya.
Potongan mangga telah tersaji dipiring. Saya serahkan pada Naizar yang menerimanya dengan hati gembira. Selamat menikmati, Nak, potongan mangga berbalut doa, semoga menjadi energi terbaik untuk beribadah dan menuntut ilmu. Aamiin.


*Ditulis buat Anak Sholeh yang selalu senang saat musim buah mangga tiba, Naizar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar